Peristiwa

Sengketa Tanah Laba Pura Merajan Satria, Suarsana Laporkan Pengempon Puri Satria ke Polda Bali

 Kamis, 22 Juni 2023 | Dibaca: 944 Pengunjung

KIRI KANAN - Pelapor Nyoman Suarsana (67) dan pengacaranya I Made Dwiatmiko Aristianto, harapkan penegak hukum beri keadilan dan kasus ini segera diselesaikan akta jual belinya bersama Puri Satria Denpasar, Kamis (22/6/2023).

www.mediabali.id, Badung. 
Nyoman Suarsana Hardika (67) berdasarkan laporan polisi: LP/B/120/III/2023/SPKT/ POLDA Bali tanggal 8 Maret 2023, melaporkan belasan pengempon atau tokoh penglingsir diduga berasal dari Puri Satria Denpasar atas tindak pidana penipuan dan menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik sebagaimana dimaksud Pasal 378 KUHP dan 266 KUHP.

Diketahui Nyoman Suarsana selaku korban melaporkan 21 terlapor, dengan inisial adalah AANOR, AAGNP, AAGA, AANMM, AANBB, AANR, AANAT, AASAJG, AANAAP, AANAK, AAARS, AABR, AAGDD, AANGAJ, TNPW, TND, TNBA, TNAA, AASIAWG, CGP, dan CNPA.

Semula Maret 2014 ditawarkan tanah oleh inisial NA, berada di daerah Sumerta Kelod Denpasar Timur. Tanah yang dibeli dengan 
Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 5671 seluas 11.671 M2 dan SHM Nomor 1565 dengan luas 6670 M2 (sebelum dipotong jalan-red), yang merupakan tanah hak milik Laba Pura Merajan Satria.

Diduga tanah sebelumnya dalam sengketa, sebab pada Tahun 1998 ada gugatan dari pihak Hartanto (kuasa ayahnya Budiono-red) dengan pihak Puri Satria Denpasar, di mana sudah ada putusan pengadilannya. 

Puri Satria pun diduga sempat melakukan perlawanan, hingga tingkat kasasi di Tahun 2004, lalu dimenangkan Puri Satria. Tapi, di Tahun 2014 pihak Puri Satria Denpasar diduga justru menjual tanah dimaksud ke pihak Nyoman Suarsana.

Berikutnya, tertanggal 3 Juli 2014 diketahui bahwa Nyoman Suarsana dan seluruh pihak pengempon tertarik membeli serta sepakat atas menjual beli dua bidang tanah dengan nomor kedua SHM, atas nama Laba Pura Merajan Satria.

“Pihak pengempon telah memastikan tanah Laba Pura Merajan Satria, boleh untuk dijual melalui surat rekomendasi penjualan dari Walikota Denpasar Nomor: 593/1727/PEM/ Tanggal 2 Nov 2012, dan Surat Rekomendasi Penjualan dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, Kota Denpasar, Nomor: 161/Rekomendasi/PHDI-KD/2012 tertanggal 1 November 2012. Terhadap SHM Nomor 1565 seluas 6670 Mbahwa pihak pengempon sepakat dari total luas tanah 6670 Mitu akan digunakan sebagai jalan oleh Pak Nyoman Suarsana sebagai pembeli, seluas 1445 M2. Sehingga, Nyoman Suarsana hanya harus membayar ke pihak pengempon seluas 5.225 M2,” ujar I Made Dwiatmiko Aristianto, SH., M.Kn., C.MSP., C.NSP., selaku pengacara dari pelapor Nyoman Suarsana, Kamis (22/6/2023).

Dipaparkan advokat Dwiatmiko, antara pihak pengempon dan Nyoman Suarsana, sepakat atas harga dua bidang tanah dengan harga SHM 5671 sebesar Rp400 Juta per arenya dengan total nilai jual sebesar Rp 46 Miliar lebih. Lalu, SHM Nomor 1565 seharga Rp450 Juta per arenya, dengan nilai total Rp23 Miliar lebih.

“Sudah sepakat pada 3 Juli 2014, di mana penggugat melakukan pembayaran terhadap pihak Puri dengan rincian pembayaran SHM 5671, sebesar Rp20 Miliar dengan menggunakan sistem pembayaran cek bilyet giro Bank Internasional Indonesia, dan pembayaran down payment SHM 1565 sebesar Rp 3,8 Miliar lebih dengan cek bilyet giro. Kemudian, pada 11 Agustus 2014 pihak Nyoman Suarsana selaku pembeli telah melakukan pelunasan terhadap tanah SHM 5671 sebesar Rp 20 Miliar lebih. Sedangkan, terhadap SHM 1565 pihak pengempon menyampaikan kepada pihak notaris dan Pak Nyoman Suarsana selaku pembeli menyebutkan sertifikat itu hilang (padahal sebelumnya penjelasan ke notaris, pengempon sebut sedang diurus pergantian sertifikat-red),” bebernya.

Dampaknya, pada 15 Agustus 2014 dilakukan perjanjian jual beli terhadap sebidang tanah dengan SHM 1565 seluas 6670 M2, untuk mengikat pihak pengempon dan pihak pembeli.

“SHM 5671 seluas seluas 11.671 M2, yang sudah dibayarkan lunas telah diterbitkan SHM atas nama Nyoman Suarsana Hardika, dan berdasarkan akta jual beli Nomor 358/2015 tertanggal 22 Juli 2015 yang dibuat di pejabat yang berwenang. Terhadap SHM 1565 pihak Nyoman Suarsana belum dapat melakukan pelunasan karena pihak pengempon (Puri Satria) belum menemukan sertifikat yang dinyatakan hilang oleh pengempon Puri Satria. Maka, atas dasar kepercayaan, pihak Pak Nyoman Suarsana memberikan DP. Pada tanggal 30 Desember 2015 lalu dilakukan kerja sama bisnis dalam pengelolaan lahan tersebut, dituangkan dalam perjanjian kerja sama Nomor 19 tertanggal 30 Desember 2015 di hadapan notaris,” tegasnya.

Sampai saat ini, berdasarkan informasi advokat Dwiatmiko bahwa pihak Puri Satria sudah diperiksa dan beberapa mereka menemui pihak Nyoman Suarsana untuk melakukan perdamaian.

“Yang datang, saya kenal ada Pak Puspayoga, Cok Ratmadi, dan Cok Bagus pada 2 April dan 7 April 2023. Hasilnya, sepakat membayar lunas SHM 1565 ini dipotongkan Rp10 Miliar untuk melunasi hutang Cokorda Samirana dan pihak Hartanto. Faktanya, tiga hari sebelum kita ketemu di Notaris, 26 April 2023, pada 23 April 2023 komunikasi lewat WhatsApp, Pak Puspayoga masih mengatakan kita sesuai kesepakatan tanggal 7 April 2023 itu. Tapi, tanggal 26 April 2023 beliau diwakilkan oleh semeton-nya yang lain (Cok Bagus). Perjanjian kerja sama rencananya di Notaris Hendra Kusuma akhirnya gagal, sehingga kami melanjutkan laporan ini,” katanya.

Sementara itu, Drs. Cokorda Ngurah Bagus Agung dari pengempon Puri Satria Denpasar membenarkan usaha pertemuan sudah dilakukan berkali-kali, tetapi belum menemui pangkal ujungnya.

“Saya mengetahui saat usaha untuk berdamai, nah seminggu ini karena damai yang kita niati, tentunya atas kedua belah pihak terkait. Nyatanya, itu belum ketemu damainya, sehingga saya tidak mau lanjut mengurus itu. Dari pihak semeton sementara ini menyerahkan kepada konsultan hukum, belum mencari pengacara. Belum menemui ujungnya, karena kami berbanyak orang dan kuasa damai itu diminta kita untuk bernegosiasi sebelum penandatanganan, di sana oleh pihak lawan tidak diberikan nego sebelum ada surat kuasa,” tuturnya.

Kedepannya atas persoalan ini, Cok Bagus berharap supaya persoalan ini dapat segera diselesaikan. “Proses jual beli tentu tahu, tapi karena sudah lama kami lupa. Saya kenal (Pak Nyoman Suarsana-red) setelah ada transaksi. Kedua belah pihak, sebenarnya tidak ada masalah, ini kan karena ada pihak ketiga (Pihak di Solo). Itu saja yang bisa saya sampaikan, supaya di internal keluarga saya tidak salah,” demikian tutupnya. 012


TAGS :