Peristiwa
PT BTID Cabut Nama Jalan Kura Kura Bali, DPR RI Nyoman Parta Berhasil Mediasi Warga Serangan
Kamis, 30 Januari 2025 | Dibaca: 186 Pengunjung
Tampak pertemuan anggota DPR RI Nyoman Parta, DPR RI Adi Wiryatama, Senator Bali Luh Djelantik, DPRD Kota Denpasar Melati Purbaningrat dan management PT BTID Tantowi Yahya, Kamis (30/1/2025).
Pantai Serangan ramai diperbincangankan karena ada dugaan diubah namanya menjadi Pantai Kura Kura Bali. Tidak saja nama pantai, tetapi nama jalan Pulau Serangan berubah menjadi Jalan Kura Kura Bali.
Situasi ini membuat geram Anggota Komisi X DPR RI PDI Perjuangan periode 2024-2029, Nyoman Parta, SH., bahwa kondisi di Serangan kerap dikeluhkan masyarakat terkait nama jalan Pulau Serangan menjadi nama Kura Kura Bali, yang identik dengan nama perusahaan pengelola di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) PT. Bali Turtle Island Development.
"Ada soal itu, tetapi laut yang jelas itu 'menyatu' dengan nelayan Pak dan laut itu adalah wilayah publik, dan wilayah publik minta izinnya tidak ke perusahaan Bapak, harus meminta izin ke laut sampai kapan?," ujarnya Kamis (30/1/2025).
Parta menegaskan di hadapan Tantowi Yahya selaku Presiden Kampus United In Diversity (UID) Kura Kura Bali, dan jajarannya apabila banyak laporan apabila nelayan saat mencari ikan dan memasuki wilayah perairan KEK yang dikelola PT BTID harus mengenakan rompi oranye dan membawa nomor. Terang saja, Parta sangat menyesali ada laporan dari masyarakat Serangan. Parta menilai nelayan memiliki hak yang sama sebagai WNI, mereka bukan tahanan.
"Nelayan masuk pakai rompi? enggak ada nelayan harus sepakat serahkan KTP, enggak ada. Ini tidak emosi loh, saya memang sering memberikan penekanan, tapi prinsipnya karena kita hari ini ketemu di Serangan dan saya respon cepat jika memang cita-citanya ingin membangun, bukan merugikan masyarakat," katanya.
Parta tidak ingin nelayan Serangan susah masuk ke Pulaunya sendiri. Keluhan nelayan lainnya adanya dugaan pelampung di beberapa titik perairan yang dipasang PT BTID, yang dianggap membuat nelayan sulit masuk ke laut.
"Semoga kita ketemu dalam cara berpikir yang seperti itu bahwa laut adalah wilayah publik dan Bapak tidak punya sertifikat kawasan di atas laut. Kebetulan isunya sedang nyambung seperti di Tangerang, lautnya dibatasi dengan pagar bambu, di Serangan dibatasi dengan pelampung intinya nelayan sama-sama tidak bisa masuk, padahal bahannya berbeda antara bambu dan pelampung," tegas Parta.
Hal penting lainnya adalah agar Pantai disebut nama Pantai Kura Kura agar dikembalikan namanya semula menjadi Pantai Serangan atau Pantai Pulau Serangan.
"Pantai Serangan dan Jalan Pulau Serangan. Jangan Bapak belum dapat izin, anda terlalu berani sebelum mendapatkan izin, belum dapat izin sudah merubah nama jalan dan sudah memasang nama jalannya," katanya.
Anggota DPR RI dari Partai PDI Perjuangan Nyoman Adi Wiryatama menegaskan agar persoalan ini tidak berlanjut dan selesai di forum pertemuan ini. Ia pun tidak ingin membawa persoalan ini ke Jakarta.
"Mudah-mudahan ini selesai di sini pak, biar enggak kayak di Jakarta itu, saya juga lelah ke sana sini urusan bambu. Kita urus itu aja semua sekarang. Mudah-mudahan selesai di sini, saya kira bapak cukup bijak. Apa yang disampaikan teman-teman tadi, hak-hak rakyatnya di sini jangan sampai mereka terkurung kayak teroris di rumahnya sendiri, tidak bisa melaut ke mana-mana, sedangkan mereka lahir hidup dan besar di sini pak," tegas Adi Wiryatama mantan Ketua DPRD Bali ini.
Sementara itu, Senator DPD Perwakilan Provinsi Bali Ni Luh Djelantik menyatakan dengan semangat menyama braya untuk PT BTID dan masyarakat Serangan agar saling menyatukan persoalan dan diselesaikan secara kekeluargaan.
"Masyarakat Bali agar bisa dan memiliki akses untuk bersembahyang ke Pura-pura yang ada di Pulau Serangan. Silahkan jika ingin dimintai tanda pengenal untuk pengamanan, silakan akan tetapi sediakanlah tim security yang ramah profesional dan humanis. Minimal mereka ngerti bilang Om Swastiastu, saat warga tangkil dan bila perlu sediakan canang dan dupa gratis," harapnya.
Luh Djelantik menekankan agar masyarakat dan PT BTID, menjaga hubungan baik sebagai umat manusia Bali dan alamnya.
"Profesi dari masyarakat Pulau Serangan enggak jauh-jauh dari laut, astungkare nanti diberikan lapangan pekerjaan ke depan. Laut tempat mereka bermain pasir, jalan-jalan di pantai, mau itu nangis, mau curhat di pantai silakan, mau berendam silakan. Mohon buatkan akses itu termasuk juga surfing yang juga sudah meraih prestasi internasional dan komunitas surfing itu gede banget," pungkasnya.
Djelantik berharap agar jembatan yang diinginkan masyarakat supaya bisa disegerakan. "Bila perlu belikan mereka kartu VVIP membership ya kan. Prioritaskan ada tempat bermainnya untuk anak-anak mereka. Jadi sampai mati pun mereka tetap akan mengenang kebaikan dari PT BTID," tandasnya.
Anggota DPRD Kota Denpasar Putu Melati Purbaningrat, menekankan juga agar masyarakat nelayan di Pulau Serangan mendapatkan akses melaut dan berkreasi dalam bekerja di daerahnya sendiri. Tidak ada larangan, asalnya sesuai dengan aturan dan etika di lapangan.
"Mereka yang mengeluhkan, bukan hanya berlayar, tapi mereka ingin berkreasi. Jadi saya harap siapapun itu warga Serangan atau siapapun itu agar bisa juga mereka berlayar di daerah sini. Kita semua sayang pada daerah Serangan, jadi kita pasti akan merawat dan melindungi daerah Serangan ini. Mohon agar diberikan akses seluas-luasnya dan tetap menaati aturan yang ada," pungkas Melati.
Sementara itu, dari pihak BTID, Tantowi Yahya dengan terbuka menerima masukan-masukan baru dari anggota DPR/DPD asal Bali terkait masalah yang sedang dialami masyarakat dan nelayan Serangan.
Menyangkut seperti ada isu pembatasan warga untuk beribadah di Pura yang ada di kawasan Kura Kura Bali, termasuk masalah nama Jalan Kura Kura Bali dan lain-lainnya.
"Katakanlah besok kembali nama ruas itu tidak bernama, nah terus baik kalau dikembalikan nama Jalan Pulau Serangan, berarti harus ada proses pengajuan izin dari Desa. Nah dari Desa dong ya, dari Desa diajukan ke pemerintah untuk dinamakan Jalan Pulau Serangan begitu Pak," tegas Tantowi.
Menurutnya, karena mengangkat isu laut, maka sudah di singgung juga dari awal bahwa pihaknya dan PT BTID tidak ada yang namanya penggaplingan laut.
"Nggak ada, jadi kejadian di tempat-tempat lain itu ada laut yang di kapling, di tempat kita nggak ada ya. Nah, kemudian soal pelampung. Sekali lagi saya akan bawa ke rapat management itu, saya perlu waktu ya, ini proses Pak. Kan itu bukan bukan perusahaan saya, kalau perusahaan saya saya akan putuskan sekarang, tapi saya mewakili owner akan duduk bersama dengan direksi dan aspirasinya akan kami bawa ke rapat, jadi akan kami laporkan secepatnya, terima kasih," pungkasnya Tantowi. 012
TAGS :