Peristiwa

Propam Polda Bali Periksa Saksi Gusti Wirawan, Advokat Ipung Sesali Penyidik Polresta Denpasar Hanya Tahan Fotocopy Sertifikat

 Senin, 17 Februari 2025 | Dibaca: 179 Pengunjung

KIRI-KANAN - Klien I Gusti Putu Wirawan dan Advokat Hukum Siti Sapurah, SH., alias Ipung., dalam memberikan keterangan di Polda Bali, Senin (17/2/2025).     

www.mediabali.id, Denpasar. 

Advokat Siti Sapurah, SH., alias Ipung selaku kuasa hukum dari kliennya bernama I Gusti Putu Wirawan, memenuhi panggilan Propam Polda Bali, untuk memberikan keterangan atas aduan terhadap oknum penyidik kepolisian Unit 2 Polresta Denpasar, Bripka IGAS, Senin (17/2/2025).

Menurut I Gusti Putu Wirawan, selaku klien dari Advokat Ipung, bahwa ada 17 pertanyaan yang diberikan Propam Polda Bali terhadap dirinya. Gusti Wirawan menjawab terbuka mengenai dugaan keberpihakan dari penyidik Polresta Denpasar, kepada salah satu pihak saja yang dapat diduga juga merupakan suatu perintangan penyidikan (obstruction of justice).

"Sebelumnya disampaikan, yakni terlalu lama proses sertifikatnya di penyidik, ditahan fotocopy-nya saja. Kami harap supaya cepat selesai masalah ini, sertifikatnya diambil bukan fotocopy-nya. Sertifikat diambil, saya tidak ada hutang piutang, itu sejatinya untuk saudara dan kepentingan Merajan (Pura Keluarga). Sertifikat dikuasainya sejak Tahun 2003, dulunya yang membawa sertifikat ini sudah meninggal, lalu saya minta lagi sertifikatnya, tetapi tidak dikasih (terlapor)," ungkap I Gusti Putu Wirawa.

Diketahui pada tanggal 29 Juni 2024, Ipung mendatangi SPKT Polresta Denpasar untuk melakukan pelaporan Tindak Pidana Penggelapan atas Sertifikat Hak Milik (SHM) yang masih di wilayah Hukum Kota Denpasar bersama kliennya I Gusti Putu Wirawan, yang sekaligus atas nama dalam SHM nomor : 4527/ Ds. Sidakarya seluas 1.095 m2. Laporan Ipung ini diterima dalam bentuk Pengaduan Masyarakat (DUMAS) dengan bukti terlampir.

Diduga setiap ada panggilan terhadap teradu baik yang pertama kali atau yang berikutnya teradu selalu menunda panggilan dan baru hadir memenuhi panggilan jika sudah ditunda yang ke-3 kali, tentu sangat merugikan klien Ipung, karena banyak waktu yang terbuang percuma dan terkesan teradu tidak bisa menghormati waktu penyidik atau tidak bisa menghormati Polisi dalam Lingkup Institusi Kepolisian selaku Aparat Penegak Hukum (APH).

"Ada empat hal yang dianggap tidak lazim, yakni: Kenapa laporan klien saya sampai 8 bulan di penyidik kepolisian Unit 2 Polresta Denpasar belum selesai; Ada Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tertanggal 9 Januari 2025 yang menjelaskan bahwa menyatakan bahwa sertifikat yang disita adalah fotocopy sertifikat yang dilegalisir; Diduga di SP2HP penyidik Polresta Denpasar menulis luas tanah 1.094 m2 yang semestinya 1.095 m2; dan Penyidik menganggap adanya keperpihakan kepada pihak terlapor," terang Ipung.

Persoalan ini dilaporkan ke Propam Polda Bali, untuk dapat segera diselesaikan dengan cepat dan ada suatu kepastian hukum. "Klien saya berharap laporan ke Propam Polda Bali, dapat diselesaikan dan mendapatkan kepastian hukum. Apakah SHM 1095 ini masih berhak atas nama klien saya. Pertanyaan lainnya, mengapa teradu sampai sekarang belum ditetapkan sebagai tersangka," bebernya.

Dari Propam Polda Bali, Ipung menegaskan pemangilan kliennya untuk mempertegas apakah kliennya yang melakukan laporan pada 29 Juni 2024; Apakah benar SHM nomor : 4527/ Ds. Sidakarya seluas 1.095 m2, milik kliennya bernama I Gusti Putu Wirawan.

"Termasuk ditanya, apa yang menjadi alat bukti kliennya, adalah ada akta sewa menyewa kliennya di salah satu notaris di Denpasar. Dijelaskan bahwa klien saya memberikan hak kuasa kepada Bapak I Gusti Made Raka, untuk melakukan sewa tanah kepada Ida Bagus Suryaatmadja, dengan luas tanah 1.095 m2," tegas Ipung.

Setelah Ipung melalui proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada Senin (10/2/2025) dan kini dilanjutkan pemanggilan untuk keterangan dari kliennya, I Gusti Putu Wirawan, menjadi suatu progres yang baik.

"Hal ini menjadi progres dalam kasus yang dialami kliennya. Propam Polda Bali menjadi tempat masyarakat melaporkan jika kita menganggap ada ketidak laziman dari seorang penyidik. Saya harap Propam Polda Bali tetap menjaga wibawanya dan independensinya, tidak memihak, dan saya yakin Propram Polda Bali akan bertindak adil dan tenang. Bisa memanggil penyidik dan mempertegas kenapa tidak berani menyita sertifikat asli, padahal ini merupakan pidana umum dan biasa," pungkas Ipung.

SERTIFIKAT HAK MILIK
Awalnya tanggal 29 Juni 2024, Ipung mendatangi SPKT Polresta Denpasar untuk melakukan pelaporan tindak pidana penggelapan atas Sertifikat Hak Milik (SHM) yang masih di wilayah Hukum Kota Denpasar Bersama kliennya I Gusti Putu Wirawan yang sekaligus atas nama dalam SHM nomor: 4527/ Ds. Sidakarya seluas 1.095 m2. Laporannya diterima dalam bentuk Pengaduan Masyarakat (DUMAS).

Setiap ada panggilan terhadap teradu baik yang pertama kali atau yang berikutnya, teradu selalu menunda panggilan dan baru hadir memenuhi panggilan jika sudah ditunda yang ke-3 kali. Bagi Ipung, tentu sangat merugikannya karena banyak waktu yang terbuang percuma dan terkesan teradu tidak bisa menghormati waktu penyidik atau tidak bisa menghormati polisi.

Pemanggilan teradu untuk pertama kali, teradu sekaligus membawa SHM asli atas nama I Gusti Putu Wirawan yang dilaporkan dan SHM asli itu pun diperlihatkan dihadapan penyidik secara langsung.

Keesokan harinya penyidik menghubungi Ipung via telpon dan via Whatsapp, lalu memberitahu bahwa SHM aman masih atas nama pelapor, yaitu I Gusti Putu Wirawan (klien Ipung).

"Kami bertanya kapan bapak bisa menyita SHM tersebut? Penyidik mengatakan: nanti kalau sudah semua saksi saya periksa dan setelah itu kami akan lakukan gelar perkara untuk meningkatkan status laporan dari penyelidikan ke penyidikan (Laporan Polisi)," ungkap Ipung.

Lanjut Ipung, usai rangkaian pemeriksaan dilakukan di tingkat penyelidikan rampung, Ipung bertanya terus kapan dilakukan Gelar Perkara untuk ditingkatkan ke Laporan Polisi (LP).

"Kami menunggu cukup lama baru tanggal 17 Oktober 2024 gelar perkara dilakukan untuk menaikkan status laporan kami dari tingkat Penyelidikan ke Penyidikan (Sidik), tentu kami sangat senang mendengar berita ini karena kami menganggap jika sebuah laporan sudah ditingkatkan ke Sidik atau LP tentu dalam pemahaman kami sudah ditemukan 2 alat bukti yang cukup atas laporan yang kami laporkan tentang Penggelapan terhadap Sertifikat Hak Milik (SHM)," katanya.

Selanjutnya, tanggal 22 Oktober 2024 Ipung diminta untuk membuat LP dan ia mendatangi SPKT untuk membuat Laporan Polisi dengan Nomor : LP/B/563/X/2024/SPKT/POLRESTA DENPASAR/ POLDA BALI dan kliennya juga langsung di BAP sebagai pelapor dan keesokannya para saksi di BAP kembali.

"Diketahui pada tanggal 9 Januari 2025, kami menerima SP2HP dari penyidik yang menjelaskan bahwa Penetapan Sita Khusus tidak dikabulkan oleh PN Denpasar, lalu selanjutnya tindakan penyidik adalah akan melakukan penyitaan terhadap Fotocopy SHM yang sudah dilegalisir untuk dijadikan alat bukti dalam pemberkasan. Kami langsung menghubungi Penyidik tersebut dan bertanya apa gunanya menyita fotocopy SHM sebagai barang bukti? Karena kami sudah memiliki Fotocopy SHM tersebut penyidik tersebut menjawab: yang saya butuhkan Fotocopy yang dilegalisir dari SHM asli yang dipegang terlapor lalu kami bertanya lagi: Apa bedanya dengan Fotocopy SHM yang kami pegang saat ini bukankah sumbernya sama? Lalu Penyidik menjawab: Terlapor punya Kuasa Hukum kami tidak bisa sembarangan menyita SHM tersebut lalu dalam pikiran kami timbul pertanyaan besar," tegas Ipung.

Melalui perlakuan ini Ipung, berharap Propam Polda akan menindak tegas penyidik Bripka IGAS. Ipung juga menilai berdasarkan uraian kronologis, Penyidik sudah melanggar SOP dan melanggar Pasal 221 KUHP, yaitu melakukan perintangan penyidikan (obstruction of justice) karena sejak awal barang bukti (SHM) tidak pernah dilakukan penyitaan. 012

 


TAGS :