Peristiwa

Oknum Penyidik Polresta Denpasar Dilaporkan Advokat Ipung ke Propam Polda Bali

 Senin, 10 Februari 2025 | Dibaca: 416 Pengunjung

Advokat Hukum Siti Sapurah, SH., alias Ipung.   

www.mediabali.id, Denpasar. 

Advokat Siti Sapurah, SH., alias Ipung memenuhi panggilan di Propam Polda Bali, dalam memberi keterangan aduan terhadap oknum penyidik kepolisian Unit 2 Polresta Denpasar, Senin (10/2/2025).

Diduga pemanggilan ke Propam Polda Bali menindaklanjuti adanya keberpihakan dari penyidik kepada salah satu pihak saja yang dapat diduga juga merupakan suatu perintangan penyidikan (obstruction of justice).

Ipung menerangkan upaya pelayanan dalam menindaklanjuti laporannya dari tingkat Dumas, Penyelidikan, Laporan Polisi 1 sampai ke Penyidikan, namun ada hal-hal yang dianggapnya keluar dari SOP aparat kepolisian menyangkut penanganan perkara pidana umum, yaitu tindak pidana penggelapan atas Sertifikat Hak Milik.

Selaku kuasa hukum dari kliennya bernama I Gusti Putu Wirawan, dipaparkan Ipung bahwa inisial penyidik Bripka IGAS, menjadi sorotan Ipung.

Awalnya tanggal 29 Juni 2024, ia mendatangi SPKT Polresta Denpasar untuk melakukan pelaporan tindak pidana penggelapan atas Setifikat Hak Milik (SHM) yang masih di wilayah Hukum Kota Denpasar Bersama kliennya I Gusti Putu Wirawan yang sekaligus atas nama dalam SHM nomor: 4527/ Ds. Sidakarya seluas 1.095 m2. Laporannya diterima dalam bentuk Pengaduan Masyarakat (DUMAS).

Setiap ada panggilan terhadap teradu baik yang pertama kali atau yang berikutnya, teradu selalu menunda panggilan dan baru hadir memenuhi panggilan jika sudah ditunda yang ke-3 kali. Bagi Ipung, tentu sangat merugikannya karena banyak waktu yang terbuang percuma dan terkesan teradu tidak bisa menghormati waktu penyidik atau tidak bisa menghormati polisi.

Pemanggilan teradu untuk pertama kali, teradu sekaligus membawa SHM asli atas nama I Gusti Putu Wirawan yang dilaporkan dan SHM asli itu pun diperlihatkan dihadapan penyidik secara langsung.

Keesokan harinya penyidik menghubungi Ipung via telpon dan via Whatsapp, lalu memberitahu bahwa SHM aman masih atas nama pelapor, yaitu I Gusti Putu Wiarawan (klien Ipung.

"Kami bertanya kapan bapak bisa menyita SHM tersebut? Penyidik mengatakan: nanti kalau sudah semua saksi saya periksa dan setelah itu kami akan lakukan gelar perkara untuk meningkatkan status laporan dari penyelidikan ke penyidikan (Laporan Polisi)," ungkap di Polda Bali.

Lanjut Ipung, usai rangkaian pemeriksaan dilakukan di tingkat penyelidikan rampung, Ipung bertanya terus kapan dilakukan Gelar Perkara untuk ditingkatkan ke Laporan Polisi (LP).

"Kami menunggu cukup lama baru tanggal 17 Oktober 2024 gelar perkara dilakukan untuk menaikkan status laporan kami dari tingkat Penyelidikan ke Penyidikan (Sidik), tentu kami sangat senang mendengar berita ini karena kami menganggap jika sebuah laporan sudah ditingkatkan ke Sidik atau LP tentu dalam pemahaman kami sudah ditemukan 2 alat bukti yang cukup atas laporan yang kami laporkan tentang Penggelapan terhadap Sertifikat Hak Milik (SHM)," katanya.

Selanjutnya, pada tanggal 22 Oktober 2024 Ipung diminta untuk membuat LP dan ia mendatangi SPKT untuk membuat Laporan Polisi dengan Nomor : LP/B/563/X/2024/SPKT/POLRESTA DENPASAR/ POLDA BALI dan kliennya juga langsung di BAP sebagai pelapor dan keesokannya para saksi di BAP kembali.

Usi BAP klien Ipung dan saksi rampung mempertanyakan lagi kapan terlapor dipanggil. Terlapor lagi mengulur waktu pada panggilan ke-3 baru hadir dan Ipung sempat mempertanyakan hal ini kepada penyidik. Diduga penyidik mengatakan bahwa penyidik yang sibuk dengan alasan ada kegiatan lain yang harus penyidik yang menangani perkara aquo yang harus laksanakan dan Ipung pun tidak bisa berbuat apa.

"Kami bertanya lagi kapan SHM yang di pegang oleh Terlapor bisa disita? Diduga penyidik mengatakan kami tidak bisa langsung menyita dengan alasan itu dokumen negara harus mengajukan Penetapan Sita Khusus di PN Denpasar apalagi Terlapor punya paman sebagai Hakim di PN Denpasar, dan punya paman seorang anggota dewan dan saya harus hati-hati lanjut penyidik tersebut. Kami mengatakan setahu kami dalam Pidana Umum/biasa tidak perlu mengajukan Penetapan Khusus terlebih dahulu karena Penyidik punya wewenang untuk menahan secara paksa, karena hal itu diatur dalam KUHAP, karena status perkara aquo sudah di tingkat penyidikan tentu semestinya alat bukti sebagai barang bukti sudah ada di tangan penyidik tapi hal ini tidak dilakukan," bebernya.

Di dalam laporan ke Propam Polda Bali, advokat Ipung juga menerangkan apabila penyidik tetap mengajukan Penetapan Sita Khusus terhadap Barang Bukti dan prediksinya benar Penetapan Sita Khusus tidak dapat dikabulkan oleh PN Denpasar dengan alasan Perkara aquo bukan Tipikor atau TPPU.

"Diketahui pada tanggal 9 Januari 2025, kami menerima SP2HP dari penyidik yang menjelaskan bahwa Penetapan Sita Khusus tidak dikabulkan oleh PN Denpasar, lalu selanjutnya tindakan penyidik adalah akan melakukan penyitaan terhadap Fotocopy SHM yang sudah dilegalisir untuk dijadikan alat bukti dalam pemberkasan. Kami langsung menghubungi Penyidik tersebut dan bertanya apa gunanya menyita fotocopy SHM sebagai barang bukti? Karena kami sudah memiliki Fotocopy SHM tersebut penyidik tersebut menjawab: yang saya butuhkan Fotocopy yang dilegalisir dari SHM asli yang dipegang terlapor lalu kami bertanya lagi: Apa bedanya dengan Fotocopy SHM yang kami pegang saat ini bukankah sumbernya sama? Lalu Penyidik menjawab: Terlapor punya Kuasa Hukum kami tidak bisa sembarangan menyita SHM tersebut lalu dalam pikiran kami timbul pertanyaan besar," tegas Ipung.

Melalui perlakuan ini Ipung, berharap Propam Polda akan menindak tegas penyidik Bripka IGAS. Ipung juga menilai berdasarkan uraian kronologis, Penyidik sudah melanggar SOP dan melanggar Pasal 221 KUHP, yaitu melakukan perintangan penyidikan (obstruction of justice) karena sejak awal Barang Bukti (SHM) tidak pernah dilakukan penyitaan lalu apa guna nya penyidikan dilanjutkan?

"Kalau hanya untuk mendapatkan fotocopy Sertifikat Hak Milik kami tidak perlu lapor polisi karena kami punya fotocopy-nya, dan kami sampai membuat laporan ke polisi karena kami menganggap bahwa polisi lah yang punya kewenangan untuk melakukan Upaya Paksa untuk membantu kami untuk mengambil Sertifikat Hak Milik Klien kami yanga asli yang dikuasai oleh seseorang (Terlapor), Bagaimana jika terhadap Barang Bukti (SHM) asli dihilangkan? Lalu apa kekuatan fotocopy SHM ini di ruang sidang sebagai alat bukti?," pungkasnya.

Tentu hal ini tidak sesuai dan melanggar Pasal 46 ayat 1 KUHAP dimana menjelaskan bahwa alat bukti sangat penting untuk disita secara fisik untuk di hadirkan di dalam ruang sidang dalam agenda pembuktian.

Sejumlah lmpiran kelengkapan advokat Ipung: 1. Fotocopy Surat Kuasa Khusus; 2. Dumas nomor: Di – DUMAS/419/VI/2024/SPKT.SATRESKRIM/ Denpasar POLRESTA DPS/POLDA BALI tertanggal 29 Juni 2024; 3. Laporan Polisi nomor : LP/B/563/X/2024/SPKT/ POLRESTA DENPASAR/ POLDA BALI Tertanggal 22 Oktober 2024; 4. FC SHM Nomor: 4527 a.n I Gusti Putu Wirawan; 5. SP2HP tertanggal 29 Agustus 2024; 6. SP2HP tertanggal 23 Oktober 2024; 7 SP2HP tertanggal 9 Desember 2024; 8. SP2HP tertanggal 9 Januari 2025. 012

 


TAGS :