Peristiwa
Merawat Kebudayaan dengan Gotong Royong SDM dan Sinergi Hubungan Sosial di Masyarakat
Kamis, 14 September 2023 | Dibaca: 303 Pengunjung
Melalui tema 'Membangun Sinergi dalam Pelestarian yang Berkelanjutan', dilakukan penyusunan rencana program dan anggaran pelestarian kebudayaan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) wilayah XV, Kamis (14/9) di Hotel Grand Mega Resort, Denpasar.
Penyusunan rencana program dan anggaran dengan mengangkat tema 'Membangun Sinergi dalam Pelestarian yang Berkelanjutan', digelar pada, Kamis (14/9/2023) di Hotel Grand Mega Resort, Denpasar.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Drs. Fitra Arda, M.Hum., mengatakan bahwa meskipun ekosistem kebudayaan belum optimal, karena masyarakat dan pelaku budaya belum menerima manfaat sepenuhnya dari kebudayaan yang mereka miliki.
Namun begitu, ekosistem kebudayaan di masyarakat akan terus dikembangkan, sehingga sudah ada indikator lewat Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK). Bali sendiri ia sebut saat ini hampir menyusul Yogyakarta. Ke depan perhatian yang dirancang terhadap pelestarian budaya sudah berjalan dengan baik, sehingga ekosistem kebudayaan berkelanjutan (tumbuh jejaring kebudayaan-red) dan tata kelola yang efektif dan efisien sekaligus semakin diperhatikan signifikan.
"Melalui daring, saya menyampaikan di mana kita sedang giat-giatnya melakukan perhatian terhadap bidang kebudayaan. Sebagaimana saya kutip dari Pak Presiden RI, supaya kebudayaan menjadi nafas dari kehidupan berbangsa dan bernegara (nasional). Selain itu, pendiri bangsa kita meningkatkan peradaban dunia dan menjamin kehidupan masyarakat dalam mengembankan nilai-nilai kehidupan berbudaya. Tentu tidak mudah, tetapi di semua sektor kebudayaan sangat penting dan menjadi fondasi haluan dalam negara," ujar Fitra Arda.
Pada intinya adalah gotong royong dalam merancang dan mengevaluasi sisi mana yang masih lemah dan wajib diperbaiki perihal pelestarian budaya. Selain itu, pelestarian budaya, kearifan lokal, dan pranata sosial di masyarakat sebagai penjelmaan nilai-nilai sosial komunitas yang harus menjadi pertimbangan dalam proses pertimbangan dan kebijakan nasional.
"Perlunya pengarusutamaan modal sosial dan budaya, di mana internalisasi nilai dalam pendayagunaan budaya untuk mendukung membantu pembangunan masyarakat ke depannya baik di Bali dan NTB," ucapnya.
Fitra Arda menekankan supaya diperkuat kembali kerja sama lintas sektoral dan memberdayakan komunikasi, serta mendorong ide-ide baru di masyarakat untuk merawat kebudayaan.
"Pendekatan dalam membangun ekosistem kebudayaan. Bukan bendalah yang menciptakan hubungan sosial, tetapi hubungan sosiallah yang menciptakan benda. Pembangunan kebudayaan ke depan harus dilakukan dengan pendekatan yang terpadu yang mendekatkan hubungan dengan masyarakat. Kebudayaan bukan saja tanggung jawab Dinas Kebudayaan, tetapi juga dinas-dinas yang lainnya," katanya.
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XV, Abi Kusno menyatakan bahwa peningkatan gotong royong adalah bagian penting dalam pelestarian kebudayaan, baik dari pencatatan objek pemajuan kebudayaan untuk dicatat permasalahan, solusi, dan rekomendasi.
"Kami mengundang pemerintah daerah secara daring dan hybrid, untuk meningkatkan kerja sama dari BPK Wilayah XV dengan stakeholder lainnya. Disinggung jejaring kebudayaan, di mana bila selama ini bekerja sendiri-sendiri, ke depan arahnya gotong royong antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, hingga Komunitas, Universitas, dan semua unsur lainnya dalam membina kebudayaan. Sementara yang coba diusulkan, subak dan pemberdayaan masyarakat, hingga tingkat universitas, dan lainnya," katanya.
Abi Kusno menambahkan kewenangan peringkat ke tingkat nasional dari provinsi, tidak berarti kewajibanya adalah tanggung jawab ke pusat. Akan tetapi, sama-sama disinergikan secara gotong royong. Tahun 2024, akan fokusnya di wilayah Bali dan NTB.
"Beberapa objek budaya dari peringat provinsi diusulkan ke peringkat nasional. Hasilnya kami menunggu pusat, bukan berarti dengan peringkat nasional tanggung jawabnya beralih ke pusat, tapi kewajiban pelestariannya menjadi gotong royong bersama pemerintah pusat dan daerah di Bali, baik soal penganggarannya, kebijakan, dan programnya," tegasnya.
Direktur Perlindungan Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek Yudi Wahyudin mengatakan bahwa tentu harus diprioritaskan porsi utama, yaitu warisan dunia dan juga warisan budaya tak benda, serta cagar budaya peringkat nasional. Seluruhnya harus memperoleh perhatian, sehingga kebudayaan berjalan lebih optimal.
"Sebetulnya berbicara kebudayaan yang besar, itu semua ada di tingkat kementerian lembaga dan lainnya. Tapi, dalam hal kecil kadang-kadang kita 'terjebak' di fungsi utama. Bahwa dalam artian melakukan kebudayaan itu haruslah bersinergi. Contohnya, tari-tarian di Bali, itu tidak terlepas dari pakaian dan alat musik, guru, hingga sanggar tari. Kalau satu hilang, kan semua repot. Jadi, berbicara kebudayaan harus dari hulu dan hilir, serta kerja sama. Kalau sendiri-sendiri selain keterbatasan SDM dan anggaran, tentu saja hasilnya akan terbatas," tegasnya.
Ia tidak menampik di tingkat pusat Ditjen Kebudayaan terdapat Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan untuk meningkatkan pelatihan-pelatihan, sertifikasi, anugerah kebudayaan Indonesia, manajemen talenta nasional dan lainnya. Maka itu, dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, diamanatkan ada perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan untuk mendapatkan perhatian khusus.
"Betul, termasuk pembinaan yang mendapatkan perhatian khusus. Sebab, tanpa Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlatih, tersertifikasi, dan tata kelolanya ditingkatkan tentu saja dikhawatirkan nanti ada yang timpang. Ini adalah pekerjaan semua institusi, tidak hanya Dirjen Kebudayaan. Sedangkan, kami setiap tahun rutin melakukan upaya peningkatan SDM," tandasnya. 012
TAGS :