Peristiwa
Klarifikasi PT BTID Singgung KKPRL Terkait 'Pengusahaan' Tidak 'Pengusaan Laut'
Selasa, 31 Oktober 2023 | Dibaca: 432 Pengunjung
Foto 1: Pembentangan spanduk nelayan Serangan, Densel, diduga memperjuangkan pesisirnya dari akusisi PT BTID, Senin (30/10/2023). - Foto 2: pertemuan dan sosialisasi KKPRL di Kantor Dishub Kota Denpasar, Rabu, (25/10/2023).
Nasib warga masyarakat berlatar profesi nelayan dan kelautan lainnya di Pulau Serangan, Denpasar Selatan (Densel) sepertinya mulai dipertanyakan warga setempat.
Head of Communications and Community Relations PT Bali Turtle Island Development (BTID) Zakki Hakim dikonfirmasi terpisah mulai menerangkan dan menyikapi demo warga Serangan yang sempat terjadi Senin (30/10/2023) lalu.
Menurut Zakki Hakim bahwa dalam rangka memenuhi peraturan perundangan yang berlaku, maka PT BTID sebagai pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali mengajukan usulan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) kepada pemerintah untuk membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diwajibkan kepada badan usaha dalam UU Cipta Kerja.
Menurut Kepala Komunikasi dan Hubungan Masyarakat PT BTID, Zakki Hakim, sebagai KEK yang memiliki rencana kegiatan pariwisata bahari termasuk pengembangan Taman Koral dan Wisata Koral, maka KKPRL wajib diajukan oleh BTID.
Hal dimaksud dikarenakan aturan baru ini mewajibkan BTID sebagai badan usaha untuk membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas areal yang dimanfaatkan.
Kemudian, aturan ini tidak berlaku bagi nelayan tradisional di dalam melakukan kegiatan ekonomi seperti biasa.
“Menurut aturan yang disampaikan Kementerian dan Dinas, masyarakat nelayan tradisional tetap dapat berkegiatan seperti biasa,” ujar Zakki, Selasa (31/10/2023).
Diketahui apabila kebijakan di atas seharusnya tidak berdampak kepada masyarakat nelayan tradisional yang tetap dapat melakukan kegiatan hariannya, karena kebijakan ini ditujukan oleh Pemerintah pusat untuk mendapatkan PNBP dari para pengusaha, badan usaha atau badan hukum yang melakukan kegiatan ekonomi di ruang laut.
Pejabat Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Dikor Jupantara, telah meluruskan dalam beberapa kesempatan sosialisasi yang juga dihadiri pimpinan Desa Dinas dan Desa Adat Serangan serta perwakilan Nelayan Serangan, bahwa Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) adalah soal 'pengusahaan, bukan penguasaan' laut.
Baca juga:
Edukasi Seni Budaya Bali, Siswa-siswi SDN 3 Serangan Kunjungi Kura Kura Bali dengan Penuh Antusiasme
BPSPL dalam kesempatan sosialisasi di kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali pada 12 September 2023 dan di kantor Dinas Perhubungan pada 25 Oktober 2023, memaparkan bahwa KKPRL ini tidak menghalangi masyarakat nelayan tradisional dalam berkegiatan di laut seperti biasa.
Jupantara menambahkan bahwa KKPRL ini adalah bagian dari upaya pemerintah dalam mengumpulkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti retribusi.
BPSPL mendasarkan KKPRL pada UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja yang pada pasal 47 menetapkan bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang laut secara menetap di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi wajib memiliki perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut.
Menurutnya, izin berusaha dalam hal ini KKPRL merupakan persyaratan yang wajib dipenuhi oleh badan usaha yang melakukan kegiatan ekonomi di laut, namun tidak berlaku bagi dan tidak mempengaruhi akses nelayan tradisional dalam berkegiatan ekonomi di wilayah yang sama.
Dengan adanya banyak kegiatan budidaya komersial di ruang laut, maka diperlukan penataan KKPRL oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), sehingga nantinya tidak ada tumpang tindih dan semua kegiatan dapat berjalan beriringan dan saling menguntungkan.
Pihak BPSPL juga telah melakukan setidaknya dua kali sosialisasi mengenai KKPRL dan topik lain terkait kelautan dan perikanan di Desa Serangan, dan juga menerima audiensi tersendiri dari para pimpinan dan perwakilan nelayan Desa Serangan.
Warga Nelayan Pertanyakan Nasib
Hal mengenai nasib warga masyarakat di Desa Serangan, Densel, mereka mulai pertanyakan. Pasca isu dugaan keinginan mengakusisi pinggir laut di Pulau Serangan oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID). Dampaknya, warga nelayan mereka mulai khawatir, tidak dapat melewati akses laut untuk mencari ikan atau mengelola hasil kelautnya sehari-hari.
Usman dari Sekretaris Kelompok Usaha Bersama (KUB) Samudera Jaya salah satunya menuturkan isu akusisi kelautan oleh PT BTID ini membuat warga telah resah. Mereka akhirnya berharap ada perhatian dari instansi terkait supaya mempertemuan warga dengan PT BTID.
"Mungkin kita sudah ketahui bersama, pinggiran Pantai Serangan ini sudah tidak ada lagi untuk dimanfaatkan masyarakat Serangan. Ada yang sedikit ini mau diakusisi dan dimanfaatkan, ya bagaimanana masyarakat kita ke depan," ujar Usman, Senin (30/10/2023) lalu.
Usman menuturkan tidak ada pertemuan antara warga masyarakat Desa Adat Serangan dan PT BTID, di mana ini sangat penting dilakukan sebelum terjadi keputusan lebih lanjut dari pihak warga dan investor.
"Sementara ini belum ada pertemuan (dengan investor PT BTID-red). Kami dari kelompok nelayan, belum pernah diundang untuk membicarakan masalah ini," tegasnya.
Ditambahkan Nyoman Wirata Ketua Kelompok Nelayan Bina Cipta Karya Serangan, bahwa masyarakat Desa Adat Serangan berharap izin tentang penguasaan pinggir laut dilakukan investor ke depan.
"Jadi kami terganggu dan cemas mendengar isu bahwa PT BTID sedang melakukan permohonan izin tentang penguasaan laut. Kami merasa terdiskriminasi. Bayangkan saja dulu Serangan adalah Pulau dan pantai, nah sekarang ke mana pantainya itu? Kalau sampai izin itu terealisasi, bagaimana nasib kami ke depannya?," ucapnya.
Sementara itu, Wayan Loka menyampaikan selaku Krama Bendega Bintang Laut Kota Denpasar bahwa mereka sangat prihatin dan ingin saling peduli terhadap nasib nelayan Serangan.
"Melalui aksi ini, kami harap aksi kami didengar oleh pemerintah Kota, Provinsi, dan Pusat. Saya selalu ikut memikirkan tentang tata ruang laut dan pesisir," katanya.
Disinggung mengenai kerugian apa yang ditimbulkan apabila peraturan atau izin keluar, sehingga warga masyarakat Desa Adat Serangan bersikeras mengadakan aksi damai. Disampaikan Loka, warga Desa Adat Serangan yang berlatar profesi nelayan diduga akan mengalami kesulitan akses dan pembatasan gerak nelayan untuk melintasi areal pesisir di sekitaran Pulau Serangan.
"Menurut isu investor katanya akan memohon izin tata ruang laut di sekitaran Pulau Serangan. Dari isu itu, nelayan berharap didengar oleh regulator. Sehingga, warga Serangan mengadakan aksi damai seperti saat ini," ucap Loka.
Loka menegaskan supaya para regulator atau pemerintah sebagai pengambil kebijakan, supaya berpikir kembali terhadap nasib nelayan kecil.
"Supaya dikemudian hari, tidak timbul masalah yang diharapkan masyarakat nelayan. Kali ini aksi yang terlibat sampai seratusan, dari kalangan nelayan-nelayan, petani koral, rumput laut dan sebagainya di Serangan," terangnya.
Zulkifli selaku Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Adat Serangan, komitmen dan akan konsisten mendukung nasib para nelayan Serangan.
"Kami berkomitmen bersama bapak-bapak semuanya, kami bersatu padu mencegah perizinan ini dapat keluar," pungkasnya. 012
KET FOTO:
-Pembentangan spanduk dilakukan para nelayan Serangan di Pesisir Serangan, Densel, demi memperjuangkan sekeliling pesisir mereka dari upaya akusisi PT BTID, Senin (30/10).
-Foto pertemuan dan sosialisasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) di Kantor Dishub Kota Denpasar, Rabu, 25 Oktober 2023, dihadiri Perwakilan Desa Dinas, Desa Adat dan Masyarakat Nelayan Desa Serangan.
TAGS :