Ajeg Bali

Kisah Petani Arak Tradisional di Desa Labasari, Kecamatan Abang, Karangasem, Harga Arak di Petani Murah, Berharap Pemerintah Membeli

 Rabu, 19 Juni 2024 | Dibaca: 1865 Pengunjung

Foto: Made Sujingga Petani Arak Tradisonal saat membuat arak (kiri), Perbekel Desa Labasari Nyoman Gede Gria menunjukkan Arak Api Merita (kanan)

www.mediabali.id, Karangasem. 

Para petani arak tradisional belum sepenuhnya bisa sejahtera padahal sudah ada Peraturan Guberur (Pergub) Provinsi Bali Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Kelola Perlindungan Minuman Permentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. Maksud baik peraturan tersebut ternyata belum bisa sepenuhnya menolong petani arak tradisional di tingkat bawah. 

Seperti apa kisahnya? Berikuti liputan Wartawan Media Bali, Nyoman Sutirtayana. 

Suara kokok ayam di pagi hari di Desa Labasari sudah membuat Made Sujingga bangun. Pria tua petani arak tradisional tersebut siap-siap memuliai rutinitasnya menurunkan tuak dari pohon lontar. Yaw tuak merupakan bahan dasar pembuatan arak. "Saya memiliki 20 pohon lontar yang dicari tuaknya," ujar Sujinggga saat ditemui di rumahnya, Sabtu (15/6). 

Sujingga yang berasal dari Banjar Dinas Merita, Desa Labasari, Kecamatan Abang, Karangasem tersebut merupakan salah satu dari ratusan petani arak tradisonal di Desanya. Ia mengaku sudah puluhan tahun menjadi petani arak yang merupakan pekerjaan warisan orang tuanya. "Sudah turun-temurun membuat arak di keluarga saya," tuturnya. 


Sementara Sujingga pergi ketegalan. Istinya menyiapkan tungku api (sempaon) untuk menyuling arak. Untuk proses membuat arak sendiri tidaklah mudah. Butuh 4 jam proses destilasi. Pertama tuak yang diambil dari pohon lontar ditampung dalam wadah penampungan khusus. Untuk dibuat arak, tuak harus didiamkan selama 1 hari supaya tingkat keasamanya semakin tinggi.

Selanjutnya tuak tersebut dimasak dalam tungku api kayu bakar sederhana berbahan tanah liat. Tuak yang dimasak dibiarkan mendidih sehingga mengeluarkan uap. Uap yang naik disalurkan lewat bambu ke sebuah wadah penampungan. Tetes demi tetes uap yang ditampung tersebut jadilah arak.

Arak yang dihasilkan oleh petani tradisonal di Labasari disebut "Arak Api Merita" karena memiliki kualitas nomor 1 dengan tingkat kandungan alkohol 40-50 persen. Dari 10 liter tuak lontar hanya menghasilkan 1,5 liter Arak. Saking kerasnya kandungan alkohol, arak Api Merita bisa terbakar jika disulut api. Maka arak disini disebut sebagia Arak kualiatas terbaik di kelasnya. 

Namun dilihat dari kondisi keluarga Sujingga, nasib petani arak tradisional masih jauh dari kata sejahtera. Sujingga mengaku dirinya hanya bisa menghasilkan 5 sampai 10 liter arak setiap harinya. Jika dikalkulasikan biaya poduksi dengan pendapatan kurang dari 100 ribu perhari.

Pihaknya pun mengharapkan perhatian pemerintah agar membantu petani Arak tradisional sepertinya. Misalnya membantu membeli hasil produksi dengan harga yang lebih tinggi. "Saya jual di sini satu botol isi 1,5 liter Rp.60 ribu rupiah," terangnya. Itupun kalau dijual ke pengepul harganya lebih murah. "Kalau tak ada yang beli ke sini, saya terpaksa over ke pengepul" ujarnya sedih.

Menurutnya masyarakat jarang datang langsung mencari arak api karena disaingin arak berbahan dasar gula. Menurutnya arak gula selain bahannya mudah didapat, harganya pun jauh lebih murah daripada arak Api Merita. 

Sementara itu, Perbekel Desa Labasari, Nyoman Gede Gria menerangakan bahwa jumlah petani arak di desa Labasari berjumlah 423 orang yang terbagi dalam 3 kelompok. Menurutnya, dari 6 banjar di Desa Labasari, ada 4 banjar sebagai penghasil arak. "Di desa saya karena termasuk daerah kering jadi pohon lontar tumbuh mudah di sini, sebagian besar memang dicari tuaknya selain memang pohon lontar menghasilkan daun lontar untuk kerajinan," ujarnya menerangkan.

Perbekel bertubuh kecil murah senyum tersebut merangkan bahwa kesulitan untuk mengumpulkan para petani menjadi satu dalam bentuk koperasi. Karena menurutnya para petani arak di desanya masih menjalankan usahanya sendiri-sendiri. "Belum bisa dibentuk koperasi karena belum mau bergabung jadi satu (koperasi)," terangnya. 

Pihaknya lewat Pemerintah Desa sedang berusaha merancang dan mengembangkan destinasi arak tradisional Labasari. Semacam tempat wisata yang didalamnya berisi tempat proses pembuatan arak termasuk spot pariwisata yang menarik untuk dikunjungi wisatawan. "Kami sedang merancang destinasi wisata arak Labasari, nanti dikelola lewat Bumdes Labasari, semoga bisa segera terwujud," ungkapnya. 

Gria optimis destinasi arak bisa exsis karena arak Api Merita selain dikonsumsi bisa juga digunakan sebagai obat. Menurut Geria, arak dicampur dengan madu bisa membuat tubuh vitalitas. "Bisa juga arak campur kopi seperti Bapak Wayan Koster biar tubuh lebih semangat," terangnya.

Untuk obat gatal dan penghangat tubuh, arak campur dengan jahe. Juga bisa untuk obat luka agar tidak inveksi karena arak mengandung alkohol yang cukup tinggi. Str


TAGS :