Peristiwa

Ipung Lawan PT BTID, Siapkan Peta Okupasi

 Senin, 25 Maret 2024 | Dibaca: 453 Pengunjung

Advokat Siti Sapurah, SH., alias Ipung menuntut hak-hak atas tanah miliknya yang diklaim PT BTID di areal Pulau Serangan, Densel, Senin (25/3/2024).

www.mediabali.id, Denpasar. 

Satu persatu busur panah Advokat Siti Sapurah, SH., menuju sasaran PT Bali Turtle Island Development (BTID), kali ini advokat perempuan ini mempersiapkan Peta Okupasi yang dibuat PT BTID pada tahun 2018 dalam kasus Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas akses jalan di lingkar timur Pulau Serangan, Denpasar Selatan.

"Peta Okupasi itu ditandatangani BPN Kota Denpasar, Walikota Denpasar, hingga para pimpinan PT BTID sendiri. Dari Peta Okupasi ini menjelaskan di mana wilayah PT BTID dan wilayah warga masyarakat Serangan. Kanal ini dari laut, di mana fungsinya dalam MoU 2018 adalah sebagai batas, batas PT BTID di sebelah Timur kanal dan kawasan pemukiman warga di sebelah Barat kanal. Nah, tanah saya di sebelah Barat Kanal, bagaimana dia akan menyangkal Peta Okupasi yang dia punya. Artinya dia sudah menjelaskan sendiri posisi tanahnya di mana," kata Siti Sapurah di kantornya, usai menghadiri sidang di PN Denpasar dalam agenda mengenai penyerahan bukti surat fisik dihadiri advokat Siti Sapurah, selaku pengugat dan pihak lawannya tergugat I dari PT BTID, Senin (25/3/2024).

Ipung sapaan akrabnya menaruh curiga mengapa PT BTID bersikeras mempertahankan tanah miliknya yang hanya seluas 7 Are, sedangkan mereka dari Tahun 1998 telah mereklamasi mencapai sekitar 480 hektar.

"Saya juga akan lampirkan mengenai Peta Data Fisik Desa Serangan. Ini juga tidak bisa diganggu gugat, karena sudah dari dulu ada. Bagaimana dia menggugat tanah fisik, sedangkan PT BTID masuk ke Pulau Serangan mulai Tahun 1987, lalu mereka melakukan reklamasi dari Tahun 1998 seluas 480 Hektar. Kalau saya berhasil mengambil hak saya secara hukum (tanah 7Are), maka tidak menutup kemungkinan masyarakat yang tanahnya 'dicaplok' PT BTID, akan bangun ikut mengugat tanahnya yang semua sudah di SK GB," bebernya.

Lanjut Ipung, SK GB yang tadinya sudah mati karena hanya bertahan 30 Tahun, 23 Juni 1993 - 23 Juni 1993, Ipung juga sudah mengajukan bukti-bukti surat.

"Saya mengajukan bukti keberatan ke Walikota Denpasar, tanggal 17 Mei 2022, pada tanggal 27 Juni 2022 dijawab suratnya bahwa di atas tanah objek sengketa ini ada SK GB 81, 82, 83 atas tanah PT BTID. Saya keberatan atas diterbitkannya SK GB 81, 82, dan 83 ini karena berdiri di atas tanah milik Abdul Kadir, dengan bukti Pipil. Saat di lokasi, PT BTID tidak dapat menunjukkan objek di mana tanah miliknya," tegasnya.

Ipung menjelaskan tanahnya yang diklaim PT BTID. Diketahui tanah milik almarhum Daeng Abdul Kadir yang merupakan ayah dari Siti Sapurah, sebelumnya telah membeli tanah dengan Pipil Nomor 2 Persil No. 15a, Akta Jual Beli Nomor 28/57, yang mana dibeli dari Sikin (almarhum) dengan pembeli Daeng Abdul Kadir, pada Tahun 1957. Daeng Abdul Kadir sebelumnya meninggal Tahun 1974.

“Saat itu, Daeng Abdul Kadir adalah Kelian Dinas Banjar Kampung Bugis, yang juga membentuk Banjar Kampung Bugis di Desa Serangan. Kenapa ada Kampung Bugis? Karena Bapak saya adalah pemilik anak buah kapal, ada tiga kapal Bugis dia miliki, semua anak kapalnya ada 9 orang tinggal di situ,” tegasnya.

Ipung Melawan BTID
Diduga kekuatan PT BTID adalah mengatakan tanah atau objek sengketa adalah berdasarkan pemekaran SKGB 41, sedangkan SKGB 41 ini berasal dari jual beli tambak antara H. Moh Anwar, yakni SHM 26 luasnya 17.650 meter persegi kepada BTID di Tahun 1993.

"SHM 26 adalah bagian dari tambak, sedangkan tambak ini adalah laut yang disekat sebagian dijadikan tambak. Bagaimana ceritanya tambak dari laut, yang terutama perairan bisa jadi SHM? SHM 26 ini sekarang di mana, ya jadi kanal. Tetapi kami warga Serangan tahu, BTID ini tidak pernah mengakui 'mencaplok' tanah warga, banyak tanah warga yang dicaplok. Beruntung posisi tanah saya di sebelah Barat," tegas Ipung

Ipung melampirkan Pipil, akta jual beli Nomor 27/Tahun 1957 tanggal 21 September 1957 yang saat itu dibeli dari Sikin, ahli warisnya Haji Abdurahman yaitu mantan Kepala Desa Serangan yang dijual kepada Daeng Abdul Kadir selaku ayah kandung Ipung.

"Nah, kalau itu mau dibatalkan, sedangkan ini ada catatannya di kantor sedahan d, di Camat Kesiman, sekarang sudah jadi Denpasar Timur. Pajak pun dibayar sejak pertama Daeng Abdul Kadir membeli tanah," ucapnya.

Melalui sidang, Senin (25/3) kemarin, agenda dilakukan dengan menyerahkan alat bukti surat fisik dari PT BTID, ada 15 yang sebelumnya ada 18 bukti surat.

"Jadi pihak lawan (BTID) sudah mengajukan 33 bukti surat. Kalau saya sendiri sudah mengajukan 47 bukti surat, dan rencana akan mengajukan lagi 3 bukti surat lagi. Sedangkan dari Jro Bendesa Serangan diberi waktu minggu depan mengajukan bukti surat," kata Ipung.

Menurut Ipung, dari 47 bukti surat, selain 15 putusan sudah menjadi Yurisprudensi. Putusan hakim sebelumnya bisa jadi Yurisprudensi atau acuan untuk menyidangkan perkara yang sama.

"Kalau 15 bukti putusan surat bisa di kesampingkan oleh hakim, maka bisa 'roboh' Undang-undang kita. Bagaimana caranya hakim mematahkan 15 putusan, ya itu jalannya panjang bang. Artinya apa? Ya itu harus ada yang mengugat dulu, terutama dari ahli waris yang mengugat tanah. Bagaimana caranya mematahkan dari PN, PT, Kasasi, hingga PK. Saya yakin PN Denpasar masih ada keadilan buat saya dan rakyat kecil. Itu baru 15 putusan, belum hingga menuju ke 47," demikian Ipung. 012

 


TAGS :