Peristiwa

Cegah Penyiksaan dan Perlakuan Kejam ke Perempuan, Tim KuPP Bahas DKU Wilayah Tengah 2023

 Senin, 02 Oktober 2023 | Dibaca: 294 Pengunjung

Tingkatkan partisipasi publik bersama dialog konstruktif sejumlah lembaga atau instansi melalui kegiatan KuPP tentang DKU Wilayah Tengah Tahun 2023, Senin (2/10/2023).

www.mediabali.id, Denpasar. 

Tim Kerja sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) tentang Dengar Keterangan Umum (DKU) Wilayah Tengah Tahun 2023, dilakukan pada Senin (2/10/2023).

Persoalannya mengenai bebas dari penyiksaan merupakan hak-hak yang dinilai tidak dapat dikurangi di dpalam kondisi apa pun.

Mengenai komitmen global yang tertuang, di antaranya dalam konvensi menentang penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, merendahkan martabat dan tidak manusiawi atau Convention Against Torture (CAT). 

Konvensi tersebut telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dan menjadikan bagian dari Hukum Nasional sejak 25 Tahun yang lalu melalui UU No. 5 Tahun 1998.

Meski Pemerintah Indonesia telah meratifikasi CAT, pengaduan langsung ke lembaga HAM yang tergabung dalam Kerja sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) terdiri dari Komnas HAM; Komnas Perempuan; Komnas Perlindungan Anak (KPAI); Lembaga Perlindungan Korban dan Saksi (LPSK); Ombudsman RI (ORI); dan Komisi Nasional Disabilitas (KND).

"Kami melihat lebih jernih beragam dimensi penyiksaan di berbagai Indonesia, baik kasus seperti penyiksaan di dalam Lapas, penyidikan atau penyelidikan, kekerasan seksual, hingga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Tidak ada di wilayah Bali, tetapi (untuk 8 kasus-red) terdapat di wilayah Indonesia bagian tengah, seperti di NTT, Kalimantan, dan lainnya. Kasus-kasus ditemui salah satu Komnas atau lembaga, lalu dimensi jenis penyiksaannya telah teridentifikasi serta jenis kasus yang berbeda," ujar Anis Hidayah, SH., MH., selaku Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM dari Komnas HAM RI.

Lanjut Anis, konon diduga beberapa temuan di lapangan atas pemantauan KuPP, saat visitasi tempat tahanan dan serupa tahanan serta pemberitaan luas media massa menunjukkan bahwa praktik penyiksaan dan perbuatan kejam semena-mena termasuk penyiksaan berbasis gender terhadap perempuan, anak dan disabilitas, seperti kekerasan seksual masih banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum, petugas Lapas, aktor-aktor negara lainnya. Lokasi khususnya terentang dari tempat tahanan dan serupa tahanan, ruang publik, bahkan konteks praktik budaya yang berbahaya, KuPP dibentuk sejak 2018 dan pada 2022 anggotanya bertambah dengan bergabungnya KND.

"Di luar DKU, banyak kasus-kasus yang masuk. Kalau di Komnas HAM, yakni konflik soal agraria, ketenagakerjaan, TPPO, dan lainnya," ucapnya.

Rangkaian mengevaluasi pelaksanaan 25 tahun ratifikasi CAT, Komnas Perempuan bersama KuPP menyelenggarakan Inkuiri Nasional melalui rangkaian DKU yang diselenggarakan di 4 wilayah, yaitu: Barat (Medan); Timur (Manado); Tengah (Denpasar); dan Nasional (Jakarta). Selain DKU, juga dilakukan kegiatan background study, studi kasus, dan pemantauan.

"Selama ini pula, soal pencegahan dinilai tidak populis. Orang lebih cenderung fokus peranan kasus, sehingga seseorang belum mampu menciptakan gerakan bersama untuk melakukan pencegahan, demi mencegah potensi penyiksaan itu berulah," kata Anis.

Rainy Maryke Hutabarat selaku Komisioner Komnas Perempuan  mengatakan bahwa perhatian terhadap perempuan masih sangat dibutuhkan ke depan, salah satunya dengan melibatkan mitra kerja lembaga lainnya.

"Mereka yang mengajukkan kasus di daerah, salah satunya terhadap HAM dan dilakukan pemetaan. Kasusnya dibahas. Jadi bukan saja lembaga HAM yang mengumpulkan kasus, tetapi kerja sama dengan mitra kerja di daerah lokal," ucap Rainy.

Ia menerangkan gangguan terhadap perempuan seperti dengan menakut-nakuti, pemerasan lewat peredaran foto pribadi korban, hingga menjebak korban dengan narkoba untuk oknum memperoleh suatu hak dari perempuan. Hal ini tentu menjadi perhatian Komnas Perempuan, untuk memberikan perlindungan lebih baik bagi kaum perempuan.

"Komnas Perempuan melakukan pemetaan setiap tahun, termasuk bentuk-bentuk peningkatan basis gender. Baik itu kekerasan KDRT, penyiksaan, hingga berujung pembunuhan," bebernya.

Melalui momentum DKU, salah satu metode Inkuiri Nasional yang digunakan KuPP sebagai upaya sistematis, transparan dan berskala nasional untuk mendalami masalah hak-hak asasi manusia dan para pihak dari berbagai kalangan, termasuk masyarakat umum, diundang untuk berpartisipasi.

Informasi dari para pihak dan ahli diarahkan pada investigasi pola-pola sistematis pelanggaran hak-hak asasi manusia dan identifikasi terhadap temuan beserta rekomendasi.  

"Perhatian di Bali isu anak, yakni kekerasan seksual, lalu kasus perkawinan anak masih dilaporkan. Namun, kasus yang paling banyak adalah kasus penelantaran anak karena kemiskinan di mana itu ada di Kabupaten Karangasem. Jadi mereka mulai ada di jalanan. Kemiskinan sebagai bagian dari ketidakhadiran struktural yang harus menjadi perhatian ke depan. Hal yang paling penting lagi adalah anak sebagai korban dari kemiskinan," ucap Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sylvana Maria A, M.Th.

Hal penting lainnya disinggung adalah berbeda dengan fungsi konvensional dari sebuah investigasi yang bersifat kasuistik dan parsial, Inkuiri Nasional bertujuan menggali penyebab dan akar-akar masalah terjadinya (kembali) tindak penyiksaan dan ill treatment; baik dalam dimensi politik, hukum, ekonomi maupun sosial budaya dan keterkaitannya satu dengan yang lain.

Inkuiri Nasional mengumpulkan bukti-bukti yang diperoleh dari masyarakat, dengan melibatkan para saksi atau pemberi keterangan dan ahli untuk menemukan pola sistemik pelanggaran HAM dan irisannya dengan kekerasan berbasis gender, disabilitas dan anak khususnya kasus-kasus kekerasan seksual sehingga bukan sekadar berurusan dengan pengaduan individual.

Maka itulah, Inkuiri Nasional diharapkan dapat mengatasi permasalahan laten berkaitan dengan tindak penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya yang pada dasarnya merupakan pelanggaran HAM dan Konstitusi. 012


TAGS :