Peristiwa
Advokat Ipung Lapor Tindak Diskriminatif ke SPKT Polda Bali, Seorang Ibu Dilarang Asuh Anak Tunggal
Rabu, 21 Agustus 2024 | Dibaca: 267 Pengunjung
Advokat Siti Sapurah, SH., alias Ipung dan advokat Advokat Horasman Diando Suradi, SH., mendampingi kliennya Ruri Manggarsari (40) mengenai dugaan perlakuan diskriminatif hak asuh anak R (12) ke SPKT Polda Bali, Rabu (21/8/2024).
Advokat Siti Sapurah, SH., alias Ipung menangani dugaan kasus perlakuan diskriminatif yang dialami kliennya Ruri Manggarsari (40), untuk meminta hak asuh terhadap anaknya R (12) yang baru duduk di kelas VI SD.
Pasca ayah kandungnya W (48) yang meninggal pada 25 Mei 2024, kemudian muncul persoalan sang anak tiba-tiba diambil hak asuhnya oleh sang paman samping inisial NS (53) dan NO (54), diduga tinggal di Banjar Kembangmerta Kelurahan/Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan.
Kliennya Ruri Manggarsari, mengadukan persoalannya kepada Ipung, perihal dugaan pidana kekerasan dalam kategori perlakuan yang salah, diskriminatif, melarang bertemu dengan ibu kandungnya, dan melarang untuk mendapatkan tindakan medis, serta merampas kemerdekaan seorang anak yang diatur dalam Pasal 54 Juncto Pasal 76B Juncto Pasal 77 UU Nomor 35 Tahun 2014 perubahan pertama dari UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Juncto Pasal 333 KUHP Juncto Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 Konvensi Hak Anak yang diratifikasi pada Tahun 1990 oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ipung di dampingi advokat Horasman Diando Suradi, SH., sebagai kuasa hukum Ruri Manggarsari, melaporkan peristiwa ini ke SPKT Polda Bali, dengan mengajukan saksi-saksi dan menyerahkan alat bukti yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilaporkan, Rabu (21/8/2024).
"Kami mendampingi klien kami ke SPKT Polda Bali untuk membuat laporan, di mana klien kami sebelumnya sudah bertemu beberapa lembaga pemerintah untuk membantu mengambil hak asuh terhadap anaknya, tetapi mentok tidak ada hasil. Di mana suami klien kami sebelumnya sudah meninggal, sekarang anak tunggalnya ini diasuh paman sampingnya (keluarga sepupu dari bapaknya). Sedangkan, kakek neneknya juga sudah meninggal," ujar Ipung.
Menurut Ipung, Ruri Manggarsari telah berbesar hati untuk mengambil hak asuh anaknya. Apalagi sang anak adalah pewaris tunggal dari pihak keluarga laki-laki.
"Namun, sikap berbanding terbalik dari pihak paman yang ingin mengasuh anaknya. Sang paman juga sempat mengembalikan HP, yang digunakan untuk sekolah dan zoom meeting belajar. Jika anaknya ingin bertemu ibunya, diduga 'diintimidasi' dengan diberikan kata-kata; 'Kamu berani pulang? Nanti di jalan kecelakaan dan kamu mati'. Termasuk disebut; 'Kamu ngak boleh nanti masuk ke rumahmu dan bukan bagian dari keluarga'. Nah, ini sesuatu yang tidak boleh dilakukan terhadap anak di bawah umur. Jadi, saya jelas ingin menyelamatkan si anak," beber Ipung.
Diduga atas rujukan dokter yang diamini Ruri Manggarsari, bahwa anaknya mengalami suatu sakit dan harus dirawat ke dokter.
"Anak ini mengalami sakit, atas rujukan dokternya harus dirawat, itu juga dilarang," katanya.
Advokat Horasman Diando Suradi, SH., menambahkan sebelum menanggani kasus ini, sang ibu Ruri menceritakan sudah ada mediasi dari lembaga resmi pemerintahan, sayangnya tidak ada hasilnya.
"Sempat di mediasi, lalu kembali terputus tidak ada mediasi. Tidak ada hasil yang baik untuk sang Ibu anak, termasuk juga hasil mediasinya tidak diberi tahu. Hal ini menjadi pertanyaan tersendiri bagi sang ibu. Apakah hasil mediasi itu disembunyikan atau apakah tidak ada mediasi itu terjadi?," tegas Advokat Horasman Diando.
Sementara itu, Ruri Manggarsari menjelaskan sang anak bercerita dan khawatir karena disebut-sebut jika mengikuti ibunya tidak akan dianggap keluarga.
"Anak saya sekarang di rumah pamannya di daerah Bedugul, Tabanan. Anak saya seperti merasa tertekan dan tatapannya kosong. Meski saya tidak pernah lihat dia dikasari atau tindakan langsung dipukul. Saya tahu anak saya orangnya ceria," katanya.
Ditambahkan Ruri, sang anak untuk dapat memenuhi keinginan belanja sehari-hari, diminta sang paman untuk menjual nasi jinggo. Di sana sang anak diberi upah uang.
"Anak saya untuk jajan, diminta bantu dulu jualan nasi jinggo. Baru diberi upah uang Rp2.000 - Rp5.000. Sedangkan untuk kegiatan ekstrakulikuler di sekolah tidak diikutkan sang paman, tapi lebih ke arah membantu di kebun dan bekerja membawa barang-barang dan jualan nasi jinggo," ucapnya.
Menurut Ruri, sang paman berdalih kepadanya untuk mengambil sang anak karena dititipkan almarhum ayah kandung anak.
"Alasannya karena almarhum suami saya menitipkan ke sang paman. Saya tanya ke anak, katanya bapak tidak berpesan apa-apa. Saya merasa ada hal yang janggal di sini. Maka itu, lewat laporan ke SPKT Polda Bali, saya bisa mengambil hak asuh anak saya sebagai ibu kandungnya," ucapnya.
Advokat Ipung dan advokat Horasman Diando, telah siap mendampingi saksi-saksi untuk menjalani pemeriksaan dalam berita acara terkait laporan yang telah disebutkan. 012
TAGS :