Peristiwa

Mintarjo Tuntut Keadilan, Sertifikat Tanahnya Digadaikan ke Notaris Hingga Merugi Rp5 M dan Alami Gugatan di PN Denpasar

 Senin, 22 Juli 2024 | Dibaca: 504 Pengunjung

Tampak Dr. Markoni dari Lawfirm Markoni and Partners, dalam menanggani kliennya Mintarjo di PN Denpasar, Senin (22/7/2024).

www.mediabali.id, Denpasar. 

Diduga mengalami kerugian besar mencapai Rp5 Milliar, diduga korban Mintarjo juga mengalami gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar oleh seseorang yang tidak dikenalnya

Mintarjo yang didampingi kuasa hukumnya Dr. Markoni, SH., MH., merasa dirinya diperlakukan tidak adil. Sebab, kasus ini mencuat saat sedang memerlukan dana, dia menyerahkan empat sertifikat tanahnya di daerah Tabanan kepada temannya bernama Tomi David, untuk dicarikan pinjaman di salah satu bank pada Tahun 2018 silam.

Namun, sebelum menyerahkan, dibuat surat perjanjian apabila dalam satu bulan tidak berhasil mendapat dana pinjaman maka sertifikat miliknya dikembalikan.

"Jadi saya ini sudah korban tapi digugat. Nah penggunggatnya saya juga tidak kenal. Kemudian ketika tidak berhasil mencarikan dana, saya suruh Tomi mengembalikan sertifikat saya. Bukannya dikembalikan sertifikat saya malah diberikan kepada temannya bernama Made Artajaya," beber Mintarjo, usai sidang di PN Denpasar, Senin (22/7/2024).

Lebih lanjut, menurut Mintarjo, bahwa tanpa sepengetahuannya, Made Artajaya diduga kemudian menggadaikan sertifikat miliknya kepada Notaris berinisial H. Hal itu baru dia ketahui pada Tahun 2021 akhir.

"Jadi pada saat menggadaikan sertifikat milik saya kepada Notaris H, Made membuat surat kuasa serta tanda tangan palsu yang seolah-olah itu surat kuasa dan tanda tangan saya," ungkap Mintarjo.

Ditegaskan oleh Mintarjo, Tomi David belakangan diketahui meninggal dunia di dalam penjara setelah sebelumnya terlibat dalam suatu kasus.

Pria yang berdomisili di Jakarta ini menambahkan, pihaknya telah melaporkan Tomi David, Made Artajaya, Notaris H dan seorang pendana bernama Cok Hok Sioe ke Polda Bali pada Tahun 2022.

"Made Artajaya yang kita laporkan sekarang ini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali," kata Mintarjo.

Di lokasi yang sama Dr. Markoni dari Lawfirm Markoni and Partners mengatakan, kliennya tidak pernah memberikan kuasa kepada Made. Surat kuasa tersebut lalu disalahgunakan oleh Made, dibuatkan jaminan utang dan gagal bayar, sehingga aset milik kliennya mau diambil Cok Hok Sioe.

"Logikanya aset itu nominalnya lebih kurang Rp5 miliar, sementara yang dipinjam Rp500 juta dengan agunan tiga sertifikat. Nah ini yang mau disita," terangnya.

Ia juga menegaskan kliennya tidak pernah menggadaikan atau mengagunkan sertifikat dan menerima uang. Sehingga di dalam persidangan dengan agenda sidang pemeriksaan saksi, pihaknya menghadirkan saksi ahli.

Di hadapan majelis hakim lanjutnya, saksi ahli secara terang benderang menyatakan jika apa yang menjadi hak Mintarjo, yakni aset-asetnya agar ditarik kembali.

"Dan ini yang kita harapkan, supaya majelis hakim Yang Mulia bisa sependapat dengan kita, supaya apa yang menjadi harapan klien kami bisa tercapai, tidak mengalami kerugian yang sia-sia atas apa yang tidak dia lakukan," ucapnya.

Saksi Ahli Dr. Zulfikar ketika ditemui usai sidang menerangkan, karena dilakukan di bawah tangan, akta yang digunakan sebagai dasar pengakuan utang sudah cacat.

Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil lab terkait surat kuasa yang dikeluarkan polisi bahwa surat tersebut palsu, termasuk sudah ada yang dijadikan tersangka dalam kasus ini.

"Perkara ini sebenarnya simpel dan bukan perkara sulit karena sejak awal tidak ada yang namanya kuasa dan cacat hukum. Sehingga semua dalil-dalil yang disampaikan pihak penggugat terbantahkan," tandas Dosen S2 Universitas Esa Unggul ini. 012


 


TAGS :