Peristiwa

Kanal Jadi Pemisah Warga Lokal dengan Kawasan PT BTID, Pengugat Ipung Hadirkan Tiga Saksi di PN Denpasar

 Senin, 01 Juli 2024 | Dibaca: 309 Pengunjung

Siti Sapurah alias Ipung hadirkan tiga saksi untuk memberi penjelasan melawan PT Bali Turtle Island Development (BTID), Senin (1/7/2024).

www.mediabali.id, Denpasar. 

PT Bali Turtle Island Development (BTID) sebagai tergugat dan Advokat Siti Sapurah, SH., sebagai pengugat kembali bertemu dalam sidang offline terakhir, Senin (1/7/2024) di Pengadilan Negeri Denpasar.

Ipung makin kuat untuk bertarung dalam kasus Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas akses jalan di lingkar timur Pulau Serangan, Denpasar Selatan.

Sebanyak tiga saksi didatangkan, yakni I Ketut Subandi selaku Kepala UPTD Tahura Ngurah Rai di bawah Dinas Kehutanan; Wayan Leder (71) Mantan Bendesa Adat Serangan; dan David Debert Biver (44) warga Desa Serangan sebagai saksi fakta.

Diawal saksi Ketut Subandi, banyak mendapat serangan pertanyaan dari kuasa hukum PT BTID. Subandi di hadapan Hakim Ketua Gede Putra Astawa, SH., MH., kerap menjawab berubah-ubah mengenai apakah dirinya mengetahui atau tidak terkait objek sengketa.

"Saya tidak bawa surat tugas, tetapi datang atas nama lembaga. Lokasinya saya tahu, tetapi saya belum pernah ke sana, hanya staf saya yang pernah ke sana. Tidak pernah ke lokasi, hanya pernah mendengar informasi dari staf," kata Subandi.

Sempat diprotes kuasa hukum PT BTID karena tidak membawa surat tugas. Subandi juga disinggung pertanyaan tentang objek sengketa tanah apakah tidak berbatasan langsung dengan Tahura. "Tidak ada masuk ke dalam kawasan Tahura," katanya.

Hakim Ketua Gede Putra Astawa, juga menekankan agar Subandi menerangkan fakta dengan sebenar-benarnya. "Yang mana anda tidak tahu (saksi 1), dan belum pernah ke lokasi yang digugat oleh pengugat," beber Hakim Ketua.

Setelah itu, saksi kedua yang memberikan kesaksian adalah Wayan Leder. Mantan Bendesa Adat Serangan ini memaparkan pemilik lahan ahli waris dari Daeng Abdul kadir dan Maisarah yang adalah Siti Sapurah alias Ipung.

"Saya ditanya soal tanahnya bu Maisarah (Ipung-red) yang berhubungan dengan tambak yang menjadi sengketa. Ini kan masalah jalan, beda sama kanal. Sebelah barat kanal itu kan jalan. Dulunya jalan ini bergabung. PT BTID juga pernah dipersoalkan terkait tambak, saya pernah jadi saksi, karena saya tahu itu laut Tahura, karena sudah ada reklamasi lalu ditambaknya ada tergenang. Saya khawatir masyarakat kena penyakit, lalu direklamasilah menjadi daratan. Setelah direklamasi baru dibuat kanal wisata sebagai objek pengembangan pariwisata. Ada terpisah, antara masyarakat umum atau lokal dengan kepentingan masyarakat pariwisata. Fungsi kanalnya belum berfungsi, tetapi logikanya menjadi (pemisah) satu kawasan wisata," tegas Leder.

Sementara itu, saksi David debert biver (44) menjadi saksi fakta warga Serangan. "Sudah 10 Tahun menjadi warga Serangan, tetapi sekarang sudah tinggal di Sesetan. Di dalam sidang ini saya menekankan terkait tanah dan kanal di objek sengketa," katanya 

Advokat Ipung menegaskan dengan hadirnya 3 saksinya dalam sidang offline terakhir. Dari itu, saksi Ketut Subandi selaku Kepala UPTD Tahura Ngurah Rai memaparkan apakah objek sengketa bagian dari hutan apakah tidak?

"Jadi sebelum dia mengklaim tanah ini berasal dari tambak, PT BTID sebelumnya mengklaim objek sengketa ini berasal dari SK MLH, itu awalnya ya Tahun 2015. Akhirnya, Tahura turun tangan melakukan cek lokasi tanggal 25 Februari 2022 di objek sengketa. Nah, di sanalah dijelaskan ada surat dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali tanggal 9 Maret 2022 bahwa objek sengketa ini jauh dari kawasan PT BTID atau bukan bagian dari eks kehutanan. Tadi juga sudah diiyakan," tegas Ipung.

Ia menerangkan setelah surat dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali tanggal 9 Maret 2022 keluar. Disebut Ipung, bahwa tiba-tiba kembali berubah bahwa objek sengketa tersebut bagian dari tambak.

"Saksi-saksi kami sudah menjelaskan bahwa tambak itu berada jauh di tanah objek sengketa atau di sebelah selatan dan sebelah timur. Tidak semua sebelah timur itu tambak. Tambak itu sekarang dari saksi I dan II (Subandi dan Leder-red) sudah menjadi kanal. Jadi kalau tambak dimasukan ke dalam objek sengketa itu adalah lucu, sebab jaraknya tambak dan objek sengketa itu jauh ke selatan serta tidak masuk ke lahan kami," bebernya.

Ipung berharap PT BTID untuk mengakui saja, tambak ini sebelah mana dan objek sengketa sebelah mana. Lebih dari itu, setelah ada reklamasi Tahun 1997, tambak yang sudah dijadikan daratan itu diurug lagi, lalu dijadikan kanal. Menurut Ipung, kanal ini dijadikan pemisah antara warga lokal dengan kawasan PT BTID, karena ini permintaan PHDI di mana harus ada zonasi karena ada Pura Sakenan, di mana 800 meter dari kanal baru masuk ke kawasan PT BTID. Hal ini selama ini belum pernah terungkap di publik.

"Saksi yang saya hadirkan adalah mantan Jero Bendesa selama 5 Tahun dan mantan Kaling Banjar Peken selama 13 Tahun. Banjar Peken dan Kampung Bugis itu bersebelahan, gak ada pemisah, makanya ada jalan kecil. Otomatis kan tahu objek sengketa ini jalan atau tambak? Tapi dipaksa bahwa tambak itu gundukannya menjadi jalan. Masak gundukannya besar dan panjang banget," tandasnya. 012


 


TAGS :