Pendidikan
Eksiskan Standarisasi Nama Rupabumi, Pahami Nilai dan Artinya
Senin, 19 Juni 2023 | Dibaca: 370 Pengunjung
Persamaan persepsi dilakukan mengenai nama-nama rupabumi dalam International Training on Toponymy menjadi agenda kerja UNGEGN ASE Division Tahun 2019-2022, Senin (19/6) kemarin.
International Training on Toponymy menjadi agenda kerja United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) Asia South-East (ASE) Division Tahun 2019-2022.
Sebelumnya, pelaksanaannya sempat tertunda karena pandemi Covid-19 dan baru kembali dapat dilaksanakan Tahun 2023.
Pelaksanaan pelatihan bertaraf internasional ini merupakan komitmen Indonesia, meskipun sejak April 2022 sudah tidak lagi menjadi Ketua UNGEGN ASED, digantikan oleh Brunei Darussalam.
"Ini merupakan salah satu langkah untuk memperkenalkan dan mensosialisasikan mengenai penamaan nama-nama lokasi atau tempat. Kemudian mendapatkan persamaan persepsi, sharing, dan pengetahuan dalam hal standarisasi nama-nama. Karena nama itu tidak sekadar identifikasi dan mengkoreksi, tapi kita juga perlu menstandarkan agar diperoleh kesamaan dalam pengaturan nama, sehingga dapat diperoleh kesamaan pemahaman," ujar UNGEGN Secretariat Cecile Blake sekaligus Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Muh Aris Marfai, Senin (19/6/2023) di Hotel Padma Legian, Kabupaten Badung, Bali.
Aris Marfai alumni S1 Jurusan Geografi Fisik, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada sebelum kemudian mengambil studi magister sains dalam bidang kajian bencana alam di International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation (ITC Enschede), Enschede, Belanda dan lulus pada Tahun 2003.
Ia lalu melanjutkan studi doktornya di Justus-Liebig-Universität Giessen di Giessen, Jerman dan lulus pada Tahun 2008 dengan fokus studi di bidang bencana alam dan geomorfologi terapan.
Diketahui Toponimi sebagai ilmu yang mempelajari tentang nama rupabumi, di mana Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi menjelaskan bahwa nama rupabumi merupakan nama yang diberikan pada unsur rupabumi.
"Kita sejatinya punya nama yang baku dan nama yang distandarkan, di mana hal itu penting sekali. Tidak saja untuk penyusunan peta, tapi untuk semua hal-hal bersifat formal. Harus formal dan resmi, penamaan resminya melalui standarisasi, sehingga di sini kita beri pemahaman bersama. Training ini bukan saja pengetahuan di bidang penamaan rupabumi, tapi bagi akademisi, pengambil kebijakan, hingga masyarakat," bebernya.
Baca juga:
'War on Drugs', Komjen Pol. Petrus Reinhard Golose: 'Smash on Drugs', Saya Suka Tenis Meja
Secara sederhana dikenal sebagai nama tempat atau nama suatu lokasi. Penamaan suatu tempat seringkali memiliki keterkaitan dengan latar belakang, sejarah, budaya, tradisi, maupun adat tradisi yang melekat pada suatu wilayah. Sehingga nama rupabumi dapat menjadi ingatan kolektif yang menghubungkan masyarakat dengan identitas sekaligus budayanya.
Pelaksanaan International Training on Toponymy dikoordinasikan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) berkolaborasi dengan UNGEGN. Semua anggota UNGEGN diberikan peluang untuk mendaftar sebagai peserta, dengan total peserta yang kemudian berpartisipasi dalam kegiatan ini adalah sejumlah 132 orang.
"Geographical Names as Cultural Heritage (Nama geografis sebagai warisan budaya) diangkat menjadi menjadi tema utama, dengan lokasi kegiatan di Padma Resort Bali, dan diselenggarakan sejak tanggal 19-23 Juni 2023. Pemilihan tempat pelatihan di Bali selaras dengan reputasi Bali, sebagai salah satu ikon wisata di Indonesia, dengan keragaman budaya yang dimiliki dan penamaan rupabumi yang menyertainya," kata Chair of ASE Division Nor Zetty Akhtar Haji Abdul Hamid.
Menariknya, kegiatan latihan ini direncanakan berlangsung selama lima hari, 19-23 Juni 2023, dengan materi pelatihan meliputi: 1. National Agencies, Models, and Procedures; 2. Geographical Names as Cultural Heritage; 3. Cultural Heritage in Bali; 4. Geographical Names Collection Systems; 5. Geographical Names Data Processing and Management.
Pelatihan juga mencakup sesi praktik lapangan dengan memanfaatkan aplikasi-aplikasi spasial untuk memberikan gambaran secara langsung kepada peserta mengenai cara melaksanakan pengumpulan nama rupabumi serta bagaimana aplikasi-aplikasi spasial dapat dimanfaatkan dalam melakukan prosesnya.
"Nama-nama yang masuk dalam list didata masuk ke provinsi, lalu dari provinsi ke pusat, kalau sudah melewati proses dan tidak ada masalah, maka kami dapat katakan sebagai nama baku. Lalu diterbitkan dalam dokumen resmi, kalau belum artinya belum resmi. Termasuk nama-nama Pulau-pulau juga begitu," kata Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim BIG Ade Komara Mulyana.
Peserta dalam kegiatan ini akan dibekali metode pengolahan dan pengolahan basis data spasial. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan peserta dengan keterampilan sekaligus pemahaman yang diperlukan dalam mengelola dan memproses data spasial secara efektif.
Menghadirkan para ahli diantaranya, yaitu: Peder Gammeltoft dari Norwegia; Tjeerd Tichelaar dan Jasper Hogerwerf berasal dari Belanda; Cecille Blake sebagai perwakilan dari sekretariat UNGEGN; Ade Komara Mulyana, Harry Ferdiansyah; dan Ni Komang Aniek Purniti dari Indonesia.
Para peserta pelatihan diharapkan memiliki pemahaman yang mendalam tentang pentingnya toponimi sebagai warisan budaya, serta dapat mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh dalam konteks pelestarian budaya, pengembangan pariwisata berkelanjutan, dan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pemetaan dan penamaan tempat. Kedepannya, peserta juga dapat berkontribusi dalam pelestarian dan pengembangan warisan budaya melalui pemahaman yang lebih baik tentang nama rupabumi. 012
TAGS :