Peristiwa

Advokat Ipung Menangkan Gugatan Tanah 647 M2 Milik Almarhum Daeng Abdul Kadir Atas PT BTID, Tonggak Kebenaran Warga Serangan

 Selasa, 06 Agustus 2024 | Dibaca: 428 Pengunjung

Advokat Siti Sapurah, SH., alias Ipung sebagai pengugat menangkan sengketa atas tergugat PT BTID. Ia berharap tidak ada banding kedepannya, Selasa (6/8/2024).

www.mediabali.id, Denpasar. 

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar akhirnya memutuskan hasil putusan Nomor 1161/Pdt.G/2023/PN Dps.

Advokat Siti Sapurah alias Ipung menegaskan dirinya sangat mengapresiasi Majelis Hakim PN Denpasar, yang akhirnya memenangkan gugatannya terhadap tergugat PT Bali Turtle Island Development (BTID). Sidang yang selama ini dipimpin Hakim Ketua Gede Putra Astawa, berjalan cukup alot dengan saling menunjukkan bukti-bukti dan saksi di persidangan. Akhirnya berujung kemenangan untuk Ipung dan masyarakat Serangan pada umumnya.

"Amar putusan, dalam eksepsi: Menolak eksepsi para tergugat seluruhnya. Dalam pokok perkara: 1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian; 2. Menyatakan hukum tanah seluas 647 M2 adalah bagian dari tanah seluas 11.200 M2 milik Daeng Abdul Kadir alias Abdul Kadir (Alm) dengan batas-batas sebagai berikut: 1. Batas Utara: Jalan, 2. Batas Timur: Laut (Sekarang Kanal), 3. Batas Selatan: Tegal M. Thaib, dan 3. Batas Barat: Tanah Daeng Abdul Kadir/Hj. Maisarah, merupakan tanah pengugat," ujar Ipung, menyebut isi putusan sesuai hasil putusan yang diterima, Selasa (5/8/2024) malam.

Putusan dihasilkan menyebut tanah milik penggugat; 1. Menyatakan bahwa perbuatan para tergugat yang telah menyerahkan atau memberikan sebagian tanah milik penggugat seluas 647 M2 yang kemudian dipergunakan untuk jalan umum adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum; 2. Menyatakan hukum bahwa semua surat-surat yang berkaitan dan atau dipakai dan atau surat-surat yang dibuat baik oleh Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III, dan turut Tergugat I, sepanjang surat tersebut berkaitan dengan tanah milik penggugat (tanah objek sengketa aquo), yang kemudian dipergunakan untuk jalan umum oleh Tergugat II adalah cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;

3. Menyatakan hukum bahwa putusan ini berlaku sebagai dasar hukum Pensertipikatan Tanah Objek Sengketa Oleh Pengugat kepada BPN Kota Denpasar; 4. Menghukum Tergugat I untuk membayar kerugian materiil, yakni sebesar Rp10.500.000.000; 5. Menghukum Para Tergugat atau siapa saja yang mendapat hak terhadap tanah sengketa/Tanah Objek Sengketa yang terdapat dalam posita angka 14/16/17, tersebut di atas untuk segera mengembalikan, mengosongkan, dan atau menyerahkan kepada penggugat secara sukarela, tanpa syarat apapun bila perlu dengan bantuan alat negara/aparat kepolisian/TNI; 6. Menghukum Para Tergugat untuk tunduk, mematuhi, menjalankan, dan melaksanakan, isi putusan ini; 7. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp1.278.000; 8. Menolak petitum selain dan selebihnya.

"Kita menunggu mereka banding apa tidak, kalau banding kita mesti jawab melalui kontra memori banding dan kalau tidak kita bisa ajukan permohonan sertifikat dan ajukan eksekusi. Hal itu yang bisa kita lakukan terdekat," pungkas Ipung.

Untuk diketahui, PT Bali Turtle Island Development (BTID) sebagai tergugat dan Advokat Siti Sapurah, SH., sebagai pengugat pernah bertemu dalam sidang offline terakhir, Senin (1/7/2024) di Pengadilan Negeri Denpasar.

Ipung makin kuat untuk bertarung dalam kasus Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas akses jalan di lingkar timur Pulau Serangan, Denpasar Selatan.

Sebanyak tiga saksi didatangkan, yakni I Ketut Subandi selaku Kepala UPTD Tahura Ngurah Rai di bawah Dinas Kehutanan; Wayan Leder (71) Mantan Bendesa Adat Serangan; dan David Debert Biver (44) warga Desa Serangan sebagai saksi fakta.

Saat itu, saksi-saksi Ipung sangat jelas menerangan objek-objek sengketa. Diharapkan oleh Ipung, supaya PT BTID mengakui saja, tambak ini sebelah mana dan objek sengketa sebelah mana. Lebih dari itu, setelah ada reklamasi Tahun 1997, tambak yang sudah dijadikan daratan itu diurug lagi, lalu dijadikan kanal. Menurut Ipung, kanal ini dijadikan pemisah antara warga lokal dengan kawasan PT BTID, karena ini permintaan PHDI di mana harus ada zonasi karena ada Pura Sakenan, di mana 800 meter dari kanal baru masuk ke kawasan PT BTID. Hal ini selama ini belum pernah terungkap di publik.

"Saksi yang saya hadirkan adalah mantan Jero Bendesa selama 5 Tahun dan mantan Kaling Banjar Peken selama 13 Tahun. Banjar Peken dan Kampung Bugis itu bersebelahan, gak ada pemisah, makanya ada jalan kecil. Otomatis kan tahu objek sengketa ini jalan atau tambak? Tapi dipaksa bahwa tambak itu gundukannya menjadi jalan. Masak gundukannya besar dan panjang banget," demikian ungkapnya. 012

 


TAGS :